Tuesday, October 29, 2013

Ergonomi

B. Ergonomi

Ergonomi dari bahasa latin ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum alam). Ergonomi adalah penyesuaian peralatan dengan kemampuan esensial manusia (Bennet, 1991). Ergonomi adalah perkaitan orang dengan lingkungan kerjanya (Suyatno, 1985).
Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu geologis tentang manusia, ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja. (Nurminanto, 2004)
Dalam pengelolaan Rekam Medis perlu memperhatikan ergonomi karena untuk mepermudah tata kerja dalam mencapai efisiensi dan efektifitas kerja. Ergonomi juga berpengaruh terhadap kelelahan kerja yaitu jika sikap dan cara kerja seseorang, contohnya posisi duduk saat kerja didukung dengan peralatan dan tata letak yang dirancang secara ergonomik maka akan lebih nyaman untuk melakukan suatu pekerjaan dan dapat meningkatkan produktifitas kerja. Ergonomi juga dapat mengurangi beban kerja yang berperan untuk memaksimalkan, kenyamanan dan efisiensi kerja.
1. Prinsip Ergonomi
a. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat penunjuk dan cara-cara menjalankan mesin
b. Sikap duduk yang baik adalah sikap duduk yang tegak dengan diselingi istirahat sedikit membungkuk
c. Tempat duduk yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki agar sesuai
dengan tinggi lutut dan paha dalam keadaan datar
2) Tinggi papan sandaran dapat diatur dan menekan pada punggung
3) Lebar papan duduk minimal 35 cm
4) Tinggi meja merupakan ukuran dasar sesuai dengan ukuran
ukuran kerja diatas
d. Kemampuan seorang bekerja seharinya adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisiensi dan kualitas kerja sangat menurun
2. Perancangan Manajemen Ruang Tempat Pendaftaran dan Unit Rekam Medik
a. Desain Kursi Kerja
Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Bekerja dalam sikap duduk akan mengurangi kelelahan pada kaki, terhindar dari sikap-sikap tidak alamiah dan mengurangi pemakaian energi. Pemakaian kursi yang tepat tidak menyebabkan keluhan-keluhan pada tenaga kerja.
Ukuran-ukuran kursi kerja yang baik misalnya sebagai berikut :
1) Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel antara 38-48 cm (pakai tambah alas kaki)
2) Tompangan pinggang dapat disetel ke atas ke bawah dan bergerak 8-12 cm di atas alas duduk
3) Dalamnya tompangan pinggang adalah 35-38 cm dari ujung dapan alas duduk
4) Dalamnya alas duduk 36 cm
5) Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak
6) Kursi harus memungkinkan cukup memberikan kebebasan bagi gerakan khusus pemakainya


b. Desain Meja Kerja 
Dalam perencanaan suatu meja kerja perlu disediakan cukup ruangan bagi peralatan, perlengkapan kerja, aneka kerja dan aneka tempat penyimpanan bahan agar gerakan tidak terganggu. Meja kerja paling ideal yaitu meja kerja yang dapat disetel menurut tinggi tenaga kerja yang bersangkutan. Apabila tinggi meja kerja tidak dapat disetel, maka tinggi meja kerja disesuaikan dengan ukuran tenaga kerja yang tertinggi atau menggunakan tinggi badan yang sepadan untuk memudahkan perencanaan tinggi meja kerja.
Ukuran-ukuran meja kerja yang baik misalnya sebagai berikut :
1) Tinggi meja kerja adalah 54-58 cm yang diukur dari permukaan daun meja sampai ke lantai
2) Tinggi permukaan atas dari meja di buat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu kerja
3) Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan bergerak pada kaki
4) Permukaan meja rata dan tidak menyilaukan
5) Lebar meja diukur dari pekerjan ke arah depan dengan ukuran kurang lebih 80 cm
Penataan meja kerja di IRM juga harus sesuai dengan urutan kerja dari unit rekam medik lainnya agar dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan dokumen rekam medik itu sendiri.

Penataan meja kerja  yang baik misalnya sebagai berikut :
1) Peralatan kerja hendaknya dekat dengan penggunanya
2) Meja para pekerja sebisa mungkin menghadap kearah yang sama dan berjarak 70-80 cm
3) Setiap petugas sebisa mungkin membutuhkan 2,1 m2 termasuk ruang untuk peralatan dan jalan
4) Sebaiknya tidak menempatkan ruang filing dekat dengan pintu utama ruang kerja karena untuk mengurangi kemungkinan masuknya orang yang tidak berwenang
5) Pekerjaan transkripsi termasuk yang banyak menimbulkan suara sehingga perlu dikelompokkan di suatu ruangan
6) Pekerjaan coding umumnya membutuhkan area kerja yang lebih tenang untuk konsentrasi
7) Petugas yang sering terlibat kontak dengan pasien atau dengan petugas lainnya sebaiknya ditempatkan didekat pintu masuk ruangan
8) Jalur atau gang utama sebaiknya minimal 1,5 m dan jalur lainnya minimal selebar 90 cm
c. Desain Loket Pembayaran
Dalam mendesain loket pendaftaran ada yang perlu diperhatikan antara lain mengenai kerahasiaan komunikasi, keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Dalam hal kerahasiaan, desain loket pendaftaran perlu adanya pembatas atau penyekat pada masing-masing loket karena begitu penting dan rahasianya dokumen rekam medik, kerahasiaannya harus dijaga sejak mulai pendaftaran.
Untuk menunjang keamanan dan keselamatan dalam proses pendaftaran, maka mebel dan bentuknya harus diperhatikan. Bola loket terbuat dari kayu, papan atau tembok maka harus dibuat halus, rata serta bagian tepinya jangan lancip agar tidak tajam.
Pekerjaan yang dilakukan pasien ketika mendaftar adalah jenis pekerjaan ringan, maka tinggi optimum meja loket pendaftaran adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
3. Perancangan Manajemen Ruang Filing 
Ruang filing adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan berkas Rekam Medik pasien, sedangkan filing adalah kegiatan penataan berkas di sebuah tempat khusus sehingga untuk kebutuhan referensi dapat dilakukan pengambilan (retrieval) kembali dengan cepat dan mudah.
a. Kapasitas rak file
Faktor yang mempengaruhi kapasitas rak file, yaitu :
1) Volume rak
2) Rata-rata tebal berkas
3) Sistem penjajaran yang digunakan
4) Dalam aktifitas filing mungkin terjadi penambahan berkas (admission) dan penyusutan (discharge). Tingkat pertumbuhan berkas dapat diperkirakan dengan menggunakan trend atau formula untuk menghitung beberapa kebutuhan jumlah rak
b. File Expansion
Perancangan untuk perluasan file dipengaruhi oleh pilihan sistem penomoran.
1) Pada sistem penomoran dan pengarsipan unit, perlu tersedia daerah kosong 25% karena akan dipakai untuk perluasan catatan medik
2) Pada sistem pengarsipan serial unit yang mengambil catatan medik lama ke depan, akan terdapat celah-celah di rak arsip karena catatan tersebut dipindahkan. Hal ini akan mudah terjadi kalau tingkat readmission tinggi
3) Sistem penomoran dan pengarsipan serial jumlah rak akan konstan dan perluasan hanya terjadi pada satu arah pada saat diterbitkannya nomor baru untuk pasien yang akan datang
4. Beban Kerja, Kebutuhan Tenaga Kerja dan Produktifitas
a. Beban Kerja
Untuk menghitung jumlah beban kerja pertahun dapat menggunakan metode kuadrat terkecil dengan rumus :

y = a + b x

Keterangan :
y =  nilai variabel pada suatu waktu tertentu
a =  pemotongan antara garis trend dengan sumbu tegak (y)
b = kemiringan garis trend besarnya variabel y yang terjadi pada setiap perubahan satu unit variabel x
x = periode waktu deret berkala

b. Kebutuhan Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja dapat dihitung menggunakan metode FTE (Full Time Equivalent) atau the member of individual


c. Produktifitas


Saturday, October 26, 2013

Hukum Kesehatan Rekam Medis

A. Hukum Kesehatan

1. Pengertian hukum kesehatan
    Menurut Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.
        Hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang berupa penerapan, hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan yang bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan (M. Jusuf Hanafiah; Amri Amir, 1999).
        Menurut Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan adalah kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi.


2. Aspek Hukum dalam Rekam Medis
               Ada beberapa hal dari rekam medis yang perlu dipahami dari aspek hukumnya secara benar oleh           semua pihak, baik manager, profesional maupun pasien. Hal-hal penting itu ialah tentang :
   a. Kepemilikan Rekam Medis
            Kalau dilihat bahwa rekam medis dibuat oleh dan utamanya untuk menunjang kepentingan health care provider maka tentunya berkas tersebut milik health care provider walaupun pasien juga bisa ikut memanfaatkannya. Kepemilikan tersebut sebetulnya tidak hanya terbatas pada berkasnya saja, tetapi juga isinya sebab rekam medis tanpa isi sama saja dengan kertas kosong yang tidak ada artinya sama sekali. Oleh sebab itu sudah tepat jika pasal 12 ayat (1) Permenkes nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis menegaskan bahwa rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien ( Pasal 12 ayat (2)).
            Kesimpulannya adalah bahwa rekam medis milik health care provider sedang isinya bukan milik tetapi tentang pasien, dimana pasien juga berhak mengetahui atau diberitahu sesuai penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam medis untuk diberitahu sesuai penjelasan menunjang kepentingannya (Sofwan, 2002: 80)
                Karena berkas rekam medis milik care provider maka konsekuensinya adalah :
   1) Health care provider berhak untuk:
     a)  Merancang desain rekam medis
     b)  Berhak menguasai rekam medis
     c)  Menggunakan isi rekam medis untuk kepentingannya.
     d)  Memusnahkan rekam medis yang sudah kadaluwarsa.
    e)  Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa kepada pasien. Kebijakan ini lebih baik dari pada memusnahkan sebab tidak menutup kemungkinan rekam medis tersebut sangat berguna sebagai acuan diluar masa kadaluwarsa
   2) Health care provider berkewajiban untuk:
     a) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data tentang pasien yang sewaktu-waktu            diperlukan
     b) Menjaga dari kerusakan atau kehilangan
     c) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen Pelayanan Medis
         Mengingat isi dari rekam medis merupakan data tentang pasien, sedangkan pasien sendiri berhak                   atas informasi maka konsekuansinya:
     1) Pasien berhak :
      a) Mengetahui tentang isi rekam medis.
      b) Menggunakan isi rekam medis sebagai kepentingannya, misalnya untuk kelengkapan klaim asuransi.
      c) Memberikan persetujuan (konsen) atau menolak memberikan persetujuan kepada pihak lain yang                 ingin memanfaatkan, baik individu atau lembaga (korporasi)
     2) Health Care Provider
    a) Memberikan isi rekam medis kepada pasien jika diminta, baik dalam bentuk lisan, salinan pada lembar          kertas, fotokopi, baik  full copy maupun sebagian
    b) Memberikan isi rekam medis kepada pihak lain jika syarat yuridisnya terpenuhi, yaitu ada ijin dari                 pasien yang bersangkutan
    c) Memberikan isi rekam medis kepada penegak hukum jika syarat yuridisnya terpenuhi

  b. Sifat Data / Isi Data Rekam Medis
        Sebagaimana diterangkan pada bagian penjelasan dari pasal 53 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009          tentang Kesehatan bahwa pasien barhak atas rahasia kedokteran. Atas dasar itu maka semua data yang         terdapat dalam rekam medis adalah bersifat konfidensial, dengan konsekuensi :
   1) Pasien berhak untuk :
     a) Dijaga kerahasiaan isi rekam medisnya
     b) Melepaskan sifat konfidensialitasnya


   2) Health care provider berkewajiban:
     a)  Menjaga kerahasiaan isi rekam medis dari orang-orang yang tidak berkepentingan
     b)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pasien atau keluarganya jika ia masih anak-anak atau                     tidak sehat akalnya
    c)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pihak (baik perorangan ataupun korporasi) yang disetujui               pasien
  c. Pemanfaatan Data / Isi Rekam Medis
        Pada hakikatnya rekam medis merupakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Mengingat data tersebut bersifat konfidensial maka dalam hal penarikan, pemaparan ataupun penggunaan data untuk berbagai macam kepentingan perlu memperhatikan aspek hukumnya.
        Untuk data medis tanpa identitas (anonymous/ nameless data), tidak ada masalah hukum yang berarti hal tersebut dapat ditarik dipaparkan atau digunakan untuk berbagai kepentingan (misalnya penelitian) tanpa harus meminta izin lebih dahulu kepada pasien yang bersangkutan. Sedangkan untuk data dengan identitas (by name data) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
   1) Siapa yang meminta data, yaitu:
     a) Pasien
     b) Penegak hukum
     c) Pihak lain
        Jika yang meminta penegak hukum harus memperhatikan hukum acara berlaku dan bila yang meminta pihak lain maka harus ada izin dari pasien yang bersangkutan.
   2) Untuk kepentingan apa, yaitu:
     a) Kepentingan yang menguntungkan pihak pasien
     b) Kepentingan penegakan hukum (law enforcemen)
     c) Kepentingan yang menguntungkan pihak lain
        Hal untuk kepentingan penegakan hukum harus memperhatikan hukum acara yang berlaku dan jika untuk kepentingan yang menguntungkan pihak lain harus ada izin dari pasien yang bersangkutan (Sofwan, 2002: 81).
3. Hubungan Hukum Kesehatan dengan Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
        Rekam medis menurut Huffman EK, 1992 adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
        Depkes 2006 mendefinisikan rekam medis sebagai keterangan baik tertulis dan maupun terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik, laboraturium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
        Menurut pasal 1 Permenkes RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
        Pertimbangan yang melatar belakangi rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan sarana komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang. Oleh sebab itulah, maka semua data medis perlu diungkap dan dicatat dalam bentuk sedemikian rupa seperti yang telah dikemukakan di atas.
b. Kegunaan rekam medis
   1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dan antara tenaga ahli lainnya dalam perawatan kepada pasien
   2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien
   3) Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan pelayanan, pengobatan dan pengembangan penyakit selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit
   4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
   5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya
   6) Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan
   7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran dan pelayanan medis yang diterima oleh pasien
   8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikam, serta sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan                                                                               
        Dari beberapa formulir yang ada didalam rekam medis yang berkaitan erat dalam hukum kesehatan adalah informed consent.
        Menurut Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 1 ayat (1) Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
        Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan, agar pasien mendapat perlindungan terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya, selain itu memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medis modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medis ada melekat suatu risiko (Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).  Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Jenis persetujuan tindakan medis antara lain :
   1.) Implied consent yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada keadaan darurat. Pada keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan (life saving) tidak memerlukan informed consent
   2.) Expresed consent yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (writen)
        Hakikat informed consent adalah sebagai sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan. Kebanyakan dokter menganggap bahwa informed consent merupakan alat yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktik. Anggapan seperti itu keliru dan menyesatkan mengingat malpraktik adalah masalah lain yang erat kaitannya dengan pelaksanaan yang tidak sesuai standar. Meskipun sudah mengantongi informed consent, tetapi jika pelaksanaannya tidak sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
        Hakikat yang sebenarnya dari informed consent adalah sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya hanya dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya risiko serta akibat yang tidak menyenangkan saja. Pandangan hukum pidana, informed consent tidak dapat disamakan dengan “consent of the victim” dan tidak dapat dijadikan alasan pemanfaatan atau penghapusan malpraktik. 
        Hakikat lain dari informed consent adalah pernyataan sepihak, bukan pernyataan dua pihak seperti diduga banyak orang. Oleh sebab itu dalam hal ini diberikan saran tertulis maka hanya yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani pernyataan yang perlu dikemukakan sebab dalam petunjuk pelakasaan yang dikeluarkan oleh direktorat Jendral Pelayanan Medis dinyatakan bahwa dokter harus ikut menandatangani informed consent tertulis sebagai bukti telah memberikan informasi (Sunny Ummul Firdaus, SH, MH, 2012)

Thursday, October 24, 2013

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
        Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan layanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU Nomor 44 Tahun 2009).
Menurut Edna Huffman Rekam medis adalah catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaiman pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya. Maka dari itu rekam medis sangat penting sebagai sarana penunjang kesehatan yang akan meningkatkan mutu pelayanan dan kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit.
Pengolahan data rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah terpusat di Instalasi Rekam Medis yang nantinya akan menghasilkan informasi bagi pasien dan rumah sakit. Ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dalam penyelenggaraaan rekam medis di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, diantaranya aspek hukum kesehatan, ergonomi dan desain formulir.
       Dilihat dari aspek hukum, dokumen rekam medis digunakan sebagai alat bukti hukum di pengadilan atau perintah dilaksanakannya visum et repertum  oleh kepolisian, kelengkapan pembuatan rekam medis menjadi tumpuan kualitas medis, untuk itu perlu adanya evaluasi secara sistematis dan periodik dengan baik (Sunny Ummul Firdaus, SH, MH, 2012).
Dalam rangka pemenuhan tuntutan masyarakat di bidang kesehatan, selain aspek pengorganisasian dan hukum, juga mencakup aspek keamanan dan kenyamanan kerja petugas pelayanan kesehatan yang diatur dalam ilmu ergonomi. Ergonomi merupakan ilmu yang berkenan dengan optimis, efisiensi kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja.
Kemudian dilihat dari aspek desain formulir, untuk mempermudah proses pemberian pelayanan kesehatan di perlukan sarana berupa formulir, yaitu secarik kertas yang memiliki ruangan untuk diisi. Desain dan fungsi formulir diatur sesuai kebutuhan rumah sakit untuk pelayanan kesehatan yang diperlukan.
Dari penjelasan diatas, penulis memberi judul laporan hasil praktik lapangan yaitu “pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah, Tinjauan Aspek Hukum Kesehatan, Ergonomi dan Desain Formulir”.

B. Rumusan Masalah
        Batasan pembahasan permasalahan dalam laporan ini dibagi kedalam rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek Hukum Kesehatan, Desain Formulir
dan Ergonomi ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
        Mengetahui gambaran pengelolaan rekam medis dan tinjauan dari aspek Hukum Kesehatan, Desain               Formulir dan Ergonomi
2. Tujuan Khusus
   a. Mengetahui penerapan aspek hukum, penyimpanan dan kerahasiaan berkas rekam medis.
   b. Mengetahui dan menganalisis desain formulir dalam penulisan Informed Consent dan Ringkasan Keluar         Masuk dan Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Kematian.
   c. Mengetahui penerapan ergonomi dalam analisis beban kerja, kebutuhan tenaga kerja, produktifitas dan         manejemen ruangan Instalasi Rekam Medis di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
        Untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan rekam medis di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi         Jawa Tengah
2. Bagi Akademik
    a. Sebagai masukan bagi lembaga pendidikan dalam mempersiapkan peningkatan mutu lulusan yang akan         datang agar lebih siap dalam dunia kerja
    b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan laporan praktik lapangan yang akan datang
    c. Sebagai bahan referensi dan kolektifitas buku perpustakaan
3. Bagi Mahasiswa
   a. Mengaplikasikan teori yang telah di dapat di bangku kuliah dengan praktik kerja lapangan di Instalasi             Rekam Medis (IRM) RSJD  Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
   b. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang timbul         di lapangan

E. Ruang Lingkup
   1. Lingkup Materi : Meliputi pengelolahan rekam medis dan informasi kesehatan ditinjau dari aspek             Hukum Kesehatan, Desain Formulir dan Ergonomi di Rumah Sakit
   2. Lingkup Objek : Hukum Kesehatan, Desain Formulir dan Ergonomi
   3. Lingkup Waktu : 1 Desember – 31 Desember 2012
   4. Lingkup Tempat : Instalasi Rekam Medis RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
   5. Lingkup Metode : Observasi dan wawancara